Penulis : Douglas Kellner
Website : http://www.gseis.ucla.edu/faculty/kellner/
Catatan:
Tulisan ini merupakan hasil terjemahan dari teks asli yg berbahasa Inggris. Ditujukan hanya untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan dunia akademis. Tidak ada maksud untuk memihak pada kelompok/faham tertentu. Dan tidak ada pula maksud untuk menjelek-jelekan kelompok/faham tertentu.
Bagian: 21
Masing-masing metode kritik memiliki kekuatan & keterbatasannya masing-masing, memiliki fokus perhatian & hal-hal yg tidak difahami masing-masing. Kritik ideologi Marxis secara tradisional kuat dalam pemahaman mengenai kelas sosial dan kontekstualisasi historis, namun lemah dalam analisa formal; feminisme sangat kuat dalam analisa gender; strukturalisme berguna untuk analisa narasi; postrukturalisme memberikan perhatian pada elemen-elemen yg diabaikan oleh metode-metode lain dan memperlemah kepercayaan naif yg mengatakan bahwa interpretasi seseorang adalah benar & pasti; psikoanalisa memberikan perhatian yg besar pada pemahaman hermeneutik yg dalam dan artikulasi isi dan makna alam bawah sadar. Semakin banyak metode kritik yg dipergunakan oleh seseorang dalam usahanya memahami sebuah teks, maka semakin besarlah kesempatan orang itu dalam menghasilkan pemahaman yg bersifat refleksif dan memandang dari berbagai sudut pandang terhadap bacaan itu.
Tentu saja, usaha untuk memahami sebuah teks hanyalah sebuah usaha untuk memahami teks itu dari sudut pandang si kritikus, tidak peduli seberapa multiperpektif nya sudut pandang yg dipakai si kritikus. Hasil pemahaman yg diperoleh dari metode kritik tertentu hanyalah sesuai dengan metode kritik itu dan bisa jadi sama atau bahkan berbeda dari pemahaman yg diperoleh oleh para pembaca teks tersebut (dikarenakan pemahaman yg dianut oleh masing-masing pembaca bisa berbeda-beda berdasarkan pada kelas sosial, ras, jenis kelamin, kesukuan, ideologi, dsb para pembaca itu sendiri). Terdapat pula pemisahan antara textual encoding dan audience decoding, dan selalu terdapat kemungkinan akan adanya keanekaragaman pemahaman dalam proses membaca sebuah teks.
Satu-satunya cara agar dapat mengetahui bagaimana para pembaca memahami sebuah teks adalah dengan melaksanakan survey ethnografi (lihatlah the Appendix to Kellner/Ryan 1988), bahkan meskipun si peneliti telah melakukan survey ethnografi, si peneliti tidak akan yakin bagaimana teks tersebut berproses mempengaruhi para pembaca dan membentuk keyakinan dan tingkah laku para pembaca. Semua teks bersifat polysemic dan kesimpulan yg didapat dari hasil bacaan banyak pembaca bergantung pada sudut pandang si pembaca.
Salah satu cara memahami teks adalah dengan menempatkannya dalam konteks historis teks tersebut, untuk mengetahui seberapa tepatnya teks tersebut dengan genre tertentu dan untuk mengetahui bagaimana teks tersebut mengusung/mengungkapkan pendirian-pendirian ideologis tertentu. Bentuk kontekstualisasi ini, yang dibeberkan dalam artikel ini, memahami teks secara historis dan politis sebagai argumen-argumen/pendapat-pendapat ideologis yang dihasilkan dalam konteks tertentu. Semakin banyak sudut pandang yg dipakai oleh seseorang untuk mengungkap hal-hal yg tersembunyi didalam bacaan ini, maka semakin lengkaplah pemahaman seseorang mengenai bacaan itu, dan semakin jelaslah gambaran mengenai permasalahan ideologis yg terdapat dalam tersebut. Pendekatan kontekstual ini menggunakan sejarah untuk membaca/memahami teks dan menggunakan teks untuk membaca/memahami sejarah. Optik ganda semacam itu membuat kita memiliki pemahaman yg mendalam mengenai multi hubungan yg ada diantara teks dan konteks, antara film dan sejarah.
Pada akhirnya, ditarik kesimpulan bahwa sudut-sudut pandang teoritis mengenai film, politik, dan ideologi yg dihadirkan dalam tulisan ini mengesankan bahwa hegemoni ideologis yg ada dalam masyarakat AS zaman sekarang bersifat kompleks, penuh persaingan, dan secara terus-menerus dipertanyakan. Hegemoni dinegosiasikan dan dinegosiasikan ulang, dan rentan terhadap serangan dan rongrongan. Rencana-rencana ini mengandung implikasi-implikasi politis tertentu pada situasi sekarang dimana hegemoni politis pihak sayap kanan pada masa-masa pemerintahan Reagan telah beralih ke faham yg lebih mendukung konservatisme pada regim pemerintahan Bush. Yang dalam arah yg berlawanan menjadikannya rapuh, tidak kokoh, dan menjadi sasaran hujatan dan pemutarbalikan fakta. Memahami film dan budaya populer dengan menggunakan teknik diagnosa, menghadirkan pemahaman yg mendalam mengenai situasi politis, menghadirkan pemahaman yg mendalam mengenai kekuatan dan kelemahan kekuatan-kekuatan politis yg ada pada zaman tersebut, menghadirkan pemahaman yg mendalam mengenai harapan-harapan dan ketakutan yg ada di tengah masyarakat. Oleh karena itu film menyediakan pemahaman mendalam yg penting mengenai psikologi, sosial-politik, dan ideologi yg menyelimuti masyarakat tertentu pada masa tertentu dalam sejarah.
Memahami film menggunakan teknik diagnosa juga memungkinkan seseorang mendeteksi solusi ideologis apa saja yg tersedia bagi berbagai macam permasalahan, dan oleh karenanya membuat kita mampu mengantisipasi trend/kecenderungan tertentu, membuat kita mampu memperoleh pemahaman yg mendalam mengenai permasalahan-permasalahan sosial dan konflik-konflik sosial, dan mengenali ideologi dominan dan kekuatan-kekuatan penentang yg bermunculan. Akibatnya kritik film bernuansa diagnosa politik memungkinkan seseorang memahami batasan-batasan aliran pemikiran konservatif dan ideologi-ideologi politik liberal. kritik film bernuansa diagnosa politik juga membantu menterjemahkan kode-kode simbolis yg terdapat pada aliran pemikiran konservatif dan ideologi-ideologi politik liberal. Hal ini membantu seseorang memahami kehendak-kehendak utopia yg terpendam di dalam sebuah masyarakat dan tantangan-tantangan yg sedang terjadi dalam membangun representasi kebudayaan, alternatif, politik, praktek-praktek dan gerakan-gerakan yg mengarah pada pengaturan ulang. Proses membaca secara diagnostik membantu kita dengan memformulasikan praktek-praktek politik yg sedang berkembang yang mengarah pada harapan-harapan, ketakutan, dan keinginan-keinginan terpendam yg muncul secara kuat, serta yg mengarah pada alternatif konstruksi-konstruksi sosial yg dilandaskan pada unsur psikologis, sosial, dan matrik-matrik kebudayaan yg telah ada. Sebagai akibatnya kritik film diaknostik tidaklah secara keseluruhan menawarkan metode cerdas dalam memahami film namun menyediakan senjata kritik bagi mereka yg tertarik dalam kegiatan menghasilkan sebuah masyarakat yg lebih baik.